• About
  • Contact
  • Privacy Policy

Alianzi Muda Mudi Limus Ageung

Kode Etik

 on Sunday, 20 June 2010  

Kode Etik dalam Persahabatan By *andrie Mungkin tidak banyak yang menyadari, jika hubungan persahabatan itu tidaklah mudah. Sulit, bahkan melebihi hubungan kekasih. Membutuhkan perasaan yang lebih peka, kepedulian, pemahaman dan pengorbanan. Jika kekasih melakukan sesuatu hal yang membuatku tidak senang, dengan mudah aku bisa mengungkapkan perasaan dan kedongkolanku. Aksi yang paling klasik dan mudah, yaitu dengan ngambek. Paling lama sehari dua hari, masalah akan selesai dan hubungan akan membaik kembali. Sementara dengan sahabat..?? Ketika dia bersikap tidak sesuai dengan keinginanku, aku tidak gampang untuk mengungkapkannya. Bukan karena hubungan ini tidak tulus. Hanya saja aku terlalu menjaga perasaannya dan takut bila perkataanku akan menyakitinya. Sering sekali aku memilih untuk tidak membahas, berharap dia akan menyadari bahwa sesungguhnya suatu ucapan/ tindakannya kurang berkenan di hatiku. Sayangnya, ternyata ‘diam’ tidak menjawab permasalahan. Sang sahabat justru mengulangi sikap yang sama. Seseorang berkata bahwa dalam menjalin hubungan persahabatan, aku terlalu banyak menuntut. Menurutku pribadi, sesungguhnya tidak. Aku hanya berharap sahabatku juga bisa mengerti dan mengaplikasikan kode etik dalam persahabatan, sama seperti halnya aku yang menjunjung tinggi peraturan tak tertulis tersebut. Misalnya saja, ketika sahabatku berbicara, aku akan selalu menatap tepat di bola matanya, untuk menunjukkan bahwa aku sangat memerhatikan setiap kata yang diucapkannya. Aku rela menghabiskan waktu tak singkat untuk memahami tipe kepribadiannya, agar aku bisa menentukan sikap dan mengetahui bahasa cinta yang akan kugunakan untuk menghadapinya. Ketika sedang berlibur ke luar kota, aku juga tak merasa direpotkan jika haruskeluar masuk berbagai pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah yang berbeda, sesuai dengan kesukaan masing-masing sahabat. Tak sekalipun aku membeli beberapa barang yang sama untuk kubagikan kepada tiap orang, sekalipun itu akan menghemat waktu, tenaga dan juga biaya. Lantas, ketika sahabatku tenyata tak melakukan hal yang sama, salahkah jika aku merasa kecewa..?? Aku sangat menjunjung tinggi nilai persahabatan, namun aku juga sangat menghargai privacy masing-masing orang. Ketika seorang sahabat merasa sedih, tak selamanya aku langsung berdiri di hadapannya dan bertanya : “Ada apa denganmu? ceritakan semuanya kepadaku.” Lebih sering, aku justru akan membiarkannya menyesapi kesedihannya seorang diri. Setelah merasa cukup waktu, barulah aku menemuinya seraya bergumam : “Kalau kamu mau, pakailah telinga dan juga bahuku untuk tempatmu bercerita dan menangis.” Selanjutnya, aku menyerahkan keputusan di tangannya. Ingin meminjam telinga dan bahuku, atau justru menginginkanku berdiri di balik sekat. Sebaliknya, aku pun memiliki kehidupan pribadi yang harus kujalani sendiri, yang tidak selamanya melibatkan sahabat. Di saat aku sedang bersedih, aku ingin agar sahabatku memperlakukanku seperti aku memperlakukannya. Kenyataannya, sikapnya justru membuatku merasa sangat tidak nyaman. Ketika aku sedang bersedih, sahabat menodong dan memintaku untuk bercerita. Mungkin itu memang wujud dari kepeduliannya, tapi seharusnya dia tidak lupa untuk memahami karakterku juga. Aku bukanlah seseorang yang bisa dengan mujdah curhat kepada orang lain. Karakterku keras, selalu berusaha untuk bisa menyelesaikan masalahku sendiri. Biasanya, aku akan share hal-hal yang menurutku memang pantas untuk kubagi. Jadi jika aku tidak berbagi kisah, itu artinya bahwa kisah itu memang pantasnya hanya untuk kukonsumsi seorang diri saja. Apa jadinya jika dalam kondisi seperti ini sahabat masih menerorku dengan ‘kepedulian’ yang justru menggangguku itu..?? Maaf, tapi aku pasti akan marah besar. Mungkin terlalu berkesan pembelaan diri jika kukatakan bahwa aku tidak terlalu menuntut dalam hubungan bersahabat. Aku memang menuntut. Dengan catatan, yang kutuntut adalah hakku sebagai seorang sahabat. Berharap sahabatku bisa mengerti kode etik persahabatan, sehingga tidak saling mengecewakan dan menimbulkan perselisihan. Akan kuakhiri dengan salah satu quote favoritku: “Sahabat yang baik bukanlah orang yang berada di samping kita setiap detik. Melainkan, orang yang tahu kapan dia harus menggenggam tangan kita dan sangat rapat, juga yang mengerti kapan dia harus berdiri agak berjarak seolah ada pilar yang memisahkan.” Jadi, sebelum menjalin sebuah hubungan persahabatan, ada baiknya jika kita terlebih dahulu mempelajari kode etiknya.

Kode Etik 4.5 5 ZAILA CIJERUK Sunday, 20 June 2010 Kode Etik dalam Persahabatan By *andrie Mungkin tidak banyak yang menyadari, jika hubungan persahabatan itu tidaklah mudah. Sulit, bahkan me...


No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.
ZAILAZAILA ALIanzi Muda Mudi Limus Ageung. ALIanzi Muda Mudi Limus Ageung. ALIanzi Muda Mudi Limus Ageung. ALIanzi Muda Mudi Limus Ageung
J-Theme